Saturday, February 27, 2010

Perpaduan Budaya dalam Sister School Relationship


Benchmarking atau penyamaan standard pendidikan via sister school relationship ternyata memadukan juga budaya dua negara. Bagaimana budaya Indonesia dan Australia bisa saling dipahami sehingga berujung pada keharmonisan hubungan bahkan meningkatnya persahabatan. Orang Indonesia itu hidup dalam budaya kolektivitas dan gotong royong sementara orang Australia terbiasa hidup secara individual dan merencanakan sesuatu jauh hari sebelumnya. Tulisan ini sekedar mau urun rembug apa sajakah yang semestinya menjadi perhatian jika anda mau ke Australia dan juga ke Indonesia.

Menghormati tamu bagi orang Indonesia merupakan keharusan bahkan hal ini merupakan amal soleh. Keluarga yang kedatangan tamu akan berupaya sekuat tenaga untuk memberikan penghormatan, apakah melalui penerimaan sikap yang ramah maupun dengan menyajikan jamuan yang istimewa. Bahkan keluarga Indonesia selalu berkeinginan supaya tamunya itu makan dulu. Makan disini artinya makan besar dengan nasi dan segala lauk pauknya. Penghromatan ini akan berlanjut bahkan sampai pada mentraktir atau mengongkosi setiap biaya tamu. Dalam tingkatan formal, tamu Australia akan disambut dengan upacara adat, pengalungan bunga, ada undangan, ada spanduk, acara khusus, tamu akan diantar dan diberi fasiltas khusus, dan hal-hal lain untuk menujukan ekspresi penghormatan.

Nah tidak demikian dengan anggapan kebanyakan orang Australia. Tamu dapat saja dijamu tapi tidak mesti habis-habisan. Yang sederhana dan terjangkau saja. Bahkan terkesan seperti seadanya saja. Pernah penulis bertamu ke suatu keluarga Australia: disuruh masuk saja tidak, hanya ngobrol di depan pintu, padahal obrolan itu cukup lama dan serius. Atau pernah juga penulis menjalani obrolan yang cukup lama sambil bertamu, air minum saja tidak disuguhkan/disajikan. Jadi orang Indonesia yang pernah menjamu mati-matian orang Australia sebaiknya tidak berharap akan memperoleh balasan ketika anda bertamu ke Australia. Ini tidak akan terjadi karena beda persepsi. Mengadakan acara secara besar-besaran bukan gaya orang Australia. Mereka lebih senang pada hal yang praktis dan sederhana yang penting substansinya dapat tercapai, dan itu tidak mesti harus tampil dengan acara yang meriah dan penuh dengan gebyar-gebyar.

Membuat janji bagi orang Indonesia berkecenderungan seperti mengutarakan “niat” (intention), mau dikerjakan syukur tidak juga tidak apa-apa, terkadang tidak seperti keharusan, janji masih dalam tarap mengazam atau mengangankan. Artinya tidak dengan sepenuh hati dikerjakan. Bisa saja janji yang sudah dibuat dengan orang Indonesia pada saat terakhir berubah karena ada acara lain atau karena ada hal lain yang mendadak atau lebih penting. Sedangkan, buat orang Australia membuat janji sama dengan commitment (kesadaraan penuh untuk mengerjakan hal itu) segenap daya dan upaya akan dikerjakan, jadi meskipun ada sesuatu kecuali bukan luar biasa atau musibah maka janji itu akan terus dikerjakan. Atau bila ada acara lain yang datang maka acara yang datang kemudian akan ditata. Untuk orang Australia tidak mengenal kata Insya Alloh atau bila tuhan menginjinkan. Jadi untuk yang satu ini mesti hati-hati bila berjanji, karena akan menyangkut keseluruhan performance bahkan kepercayaan anda akan sangat tergantung dari janji yang anda buat dan bisa anda tunaikan.

Menyelenggarakan acara bagi orang Indonesia adalah selalu formal, bentuk upacara ,meriah symbol, spanduk, tarian, susunan acara, selalu ada jamuan dan biasanya ada panitianya, bahkan sering didahului dengan adanya proposal kegiatan. Mengadakan acara bagi orang Australia, non formal, simple, substansial. Bagi orang Australia, acara terselenggra tidak secara formal bahkan undanganpun cukup via telpon, konsumsinya pun cukup minum kopi, dan setiap orang adakalanya harus bawa cangkir sendiri dan melayani diri sendiri, jadi semua serba mandiri, meskipun anda tamu, anda tidak akan dilayani seperti halnya di Indonesia, akan sangat kecele banget bila anda menunggu dilayani karena tidak aka ada pelayan yang akan melayani anda.

Penggunaan internet bagi siswa Indonesia sangat bebas bahkan cenderung tidak ada aturan yang jelas dari sekolah, siswa bisa mengakses secara bebas di sekolah situs apapun. Siswa bisa saling bebas tukar menukar email di sekoalah. Bagi siswa Australia alamat email sangat bernilai privacy tinggi sehingga tidak setiap orang dengan sangat mudah memberikan alamat email bila anda belum punya hubungan dekat. Departemen Pendidikan Victoria bahkan memblokir situs jejaring social tertenu dan melarang penggunaan blog di sekolah. Namun ini sifatnya sangat kasuistis, artinya tidak berlalku di semua sekolah. Konon ini dilakukan untuk menghindari siswa dari pelecehan moral, dan social (student abuse) atau siswa memperoleh kejahatan / kenakalan lewat internet (internet bullying). Banyak kasus di Australia pornografi yang bermula dari penggunaan internet.

Memfoto siswa atau guru di lingkungan sekolah juga sesuatu yang harus hati-hati di Australia. Anda mesti bertanya dulu apakah bisa memotret di lingkungan sekolah atau tidak. Pada umumnya anda bisa memotret tapi nama siswa jangan dicantumkan di foto. Lain halnya dengan di Indonesia siswa bisa leluasa mejeng dengan menggunakan kamera, jepret sana jepret sini, seperti semuanya tanpa ada aturan yang melarang hal itu.

Apa yg harus anda lakukan? Sebaiknya anda selalu berhati-hati. Senatiasalah minta ijin terlebih dahulu ketika akan memotret di sekolah juga ketika di luar sekolah. Hal ini bagian dari privacy. Begitu juga ketika anda meminta nomor telepon hp atau alamat email. Memang kondisi seperti ini tidak berlaku secara umum namun fakta tersebut ada di masyaralkat Australia. Ada baiknya bila hal ini dikenali dan kita berhati-hati dalam bertindak sebelum hal ini berkembang menjadi isue yang besar ( HS. 2010)

Monday, February 22, 2010

Mengunjungi Australia

30 Guru Indonesia Berangkat Ke Australia

Tim Liputan 6 SCTV

22/02/2010 17:13

Liputan6.com, Jakarta: Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, Senin (22/2) melepas kelompok ketiga sebanyak 30 guru Indonesia yang akan memulai kunjungan selama tiga minggu ke Australia dalam prakarsa pendidikan untuk mengembangkan kemitraan antara sekolah Australia dan Indonesia.

"Saya yakin kelompok ini akan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang unik ini untuk mengembangkan keterampilan profesi mereka dan bertukar pengetahuan dan pengalaman dengan mitra mereka di Australia," ujar Dubes Farmer dalam siaran pers yang diterima Redaksi Liputan6.com, Senin (22/2).

Farmer menambahkan, seperti dua kelompok sebelumnya, para guru ini akan membantu para pelajar Australia belajar tentang Indonesia.

Proyek sekolah kembar BRIDGE (Building Relations through Intercultural Dialogue and Growing Engagement atau Pengembangan Hubungan melalui Dialog Antar-Budaya dan Peningkatan Keterlibatan) sudah berlangsung selama tiga tahun. Hingga Maret 2010, sebanyak 90 guru dari 47 sekolah di 7 propinsi di Indonesia, telah diberangkatkan ke Australia.

Sekolah-sekolah yang terletak di Jakarta, Sumatera Selatan, Bali, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat tersebut, mencakup beberapa sekolah yang termasuk dalam proyek pembangunan 2000 sekolah menengah di Indonesia yang didanai oleh Kemitraan Australia-Indonesia.

Diprakarsai oleh Lembaga Australia-Indonesia (AII), proyek kemitraan sekolah tersebut didanai oleh The Myer Foundation dan Pemerintah Australia. Yayasan Pendidikan Asia di Universitas Melbourne menyelenggarakan program ini bersama Australian Education International dan KangGURU Indonesia.

"AII bangga bahwa prakarsa ini telah memperkukuh pemahaman antar-budaya dan pendidikan antara Australia dan Indonesia, sebagai inti karya AII selama dua dasa warsa terakhir yang telah memupuk persahabatan dan pemahaman antara kedua bangsa kita," ujar Profesor Tim Lindsey, Ketua Dewan AII.

Sejak didirikan oleh Pemerintah Australia pada 1989, AII telah mendukung sejumlah besar proyek dalam bidang pendidikan, seni, musik, kepemudaan, masyarakat madani, antar-agama, kajian Australia, media dan olah raga.(MLA)